Ekonomi Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan berat. Tekanan inflasi, gejolak harga pangan, ketidakpastian global, dan pelemahan nilai tukar rupiah menjadi bukti bahwa situasi sedang tidak ideal bagi banyak kalangan, dari pelaku UMKM hingga masyarakat umum. Meski demikian, jika kita hanya fokus menyalahkan keadaan, kita justru memperpanjang keterpurukan. Di sinilah pentingnya memahami cara berpikir manusia melalui teori-teori psikologi sederhana—agar kita bisa mengambil langkah yang lebih bijak dan membangun harapan di tengah krisis.

1. Locus of Control: Mengalihkan Fokus ke Hal yang Bisa Kita Kendalikan

Konsep locus of control diperkenalkan oleh psikolog Julian Rotter (1966). Dalam konteks ini, orang dengan external locus of control merasa bahwa hidup mereka dikendalikan oleh faktor luar seperti nasib, pemerintah, atau kondisi ekonomi. Sebaliknya, internal locus of control mendorong seseorang untuk percaya bahwa tindakan mereka dapat mengubah hasil.

Pelajaran: Meskipun kita tidak bisa mengendalikan kebijakan moneter global, kita masih bisa mengembangkan keterampilan baru, memulai usaha kecil, atau memperbaiki pengelolaan keuangan pribadi.

2. Growth Mindset: Keyakinan Bahwa Kita Bisa Berkembang

Psikolog Carol Dweck dari Stanford University memperkenalkan teori growth mindset, yaitu keyakinan bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan melalui kerja keras, pembelajaran, dan ketekunan. Dalam krisis ekonomi, mindset ini sangat relevan.

Alih-alih berkata, “saya tidak punya modal,” seseorang dengan growth mindset akan berpikir, “saya bisa belajar memulai bisnis dengan modal kecil, atau belajar digital marketing secara gratis.”

3. Resilience: Kemampuan Bertahan di Tengah Tekanan

Resilience adalah kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan. Penelitian oleh American Psychological Association menyebutkan bahwa resilience bukan berarti tidak mengalami stres atau penderitaan, tetapi kemampuan untuk tetap berfungsi dan terus bergerak maju meski dalam kondisi sulit.

Kita bisa melatih resilience melalui:

  • Dukungan sosial dari keluarga atau komunitas

  • Kebiasaan positif seperti disiplin waktu, jurnal syukur, atau olahraga ringan

  • Fokus pada tujuan kecil dan terukur

4. Framing Effect: Cara Kita Melihat Masalah Membentuk Aksi Kita

Framing effect adalah konsep dari teori prospek (Kahneman & Tversky, 1979), yang menjelaskan bahwa cara informasi disajikan (positif atau negatif) memengaruhi keputusan kita.

Jika kita membingkai situasi saat ini sebagai “krisis yang tak berujung,” maka yang muncul adalah keputusasaan. Namun jika kita melihatnya sebagai “tantangan untuk menemukan cara baru bertahan,” maka muncullah semangat berinovasi dan beradaptasi.

Kesimpulan: Dari Menyalahkan ke Membangun Harapan

Kondisi ekonomi Indonesia memang sedang tidak baik, dan mengabaikannya bukanlah solusi. Namun, terus menyalahkan keadaan juga bukan jalan keluar. Melalui pemahaman psikologi sederhana, kita belajar bahwa banyak hal bisa kita ubah—dimulai dari cara kita berpikir dan bertindak.

Kita bisa memilih untuk menjadi korban keadaan, atau menjadi pribadi yang tangguh, adaptif, dan mampu menciptakan peluang. Saatnya berhenti hanya melihat masalah, dan mulai bergerak mencari solusi.

Sumber : 

Rotter, J.B. (1966). Generalized expectancies for internal versus external control of reinforcement. Psychological Monographs, 80(1), 1–28.

Dweck, C.S. (2006). Mindset: The New Psychology of Success. Random House.

American Psychological Association. (2014). The Road to Resilience. https://www.apa.org/topics/resilience

Kahneman, D., & Tversky, A. (1979). Prospect Theory: An Analysis of Decision under Risk. Econometrica, 47(2), 263–291.