
Beberapa waktu lalu, saat saya menyampaikan ucapan selamat hari raya kepada sejumlah teman yang sudah lama tidak bertemu, percakapan pun beralih ke topik pekerjaan. Saya menjelaskan bahwa saat ini saya masih fokus pada bidang yang sedang saya tekuni—sebagai konsultan, trainer, dan asesor—dengan tugas yang sering membawa saya keluar kota, bertemu klien, hingga berkomunikasi di luar jam biasa. Tak disangka, beberapa teman justru menanggapi dengan pernyataan seperti, “Jangan terlalu fokus kerja, nanti lelah dan sakit,” atau “Hidup tidak hanya duniawi, perlu juga memikirkan hal rohani.” Ada pula yang berkomentar, “Buat apa punya uang kalau akhirnya sakit-sakitan?”
Nasihat tersebut terdengar rasional di permukaan. Namun, bagi saya, ada semacam “jebakan berpikir” di sana: seolah pekerjaan hanyalah beban yang harus dihindari atau diukur dari seberapa banyak waktu luang yang bisa diraup. Bisa jadi, perspektif ini muncul dari ketidakmampuan seseorang menikmati pekerjaannya sendiri, atau keinginan untuk membenarkan prioritas hidup yang berbeda.
Makna Pekerjaan bagi Saya
Bekerja sebagai konsultan, trainer, dan asesor bukan sekadar mencari nafkah. Saya menemukan nilai-nilai yang lebih dalam, antara lain:
- Makna Sosial
Setiap perjumpaan dengan klien dari latar belakang beragam adalah proses saling memberdayakan. Saya tak hanya berbagi pengetahuan, tetapi juga menyerap cerita, pola pikir, dan pengalaman hidup mereka. Interaksi ini seperti pertukaran energi yang memperkaya jiwa—sesuatu yang tidak bisa digantikan oleh apapun. - Makna Spiritual
Bagi saya, pekerjaan ini adalah bentuk ibadah. Membantu klien menemukan jati diri, passion, atau tujuan hidup seringkali beririsan dengan pencarian spiritual mereka. Setiap diskusi menjadi ruang untuk menyelaraskan nilai-nilai hidup, baik secara personal maupun keyakinan masing-masing. - Makna Aktualisasi Diri
Pekerjaan ini mendorong saya mengeksplorasi kemampuan terbaik dan berkontribusi bagi perkembangan orang lain. Ada kebahagiaan tersendiri ketika melihat klien atau perusahaan tumbuh berkat solusi yang kita berikan—seperti membuktikan bahwa eksistensi kita berguna bagi sekitar. - Makna Lingkungan
Keterasingan dari lingkungan sering memicu depresi, tapi pekerjaan ini justru menciptakan siklus positif. Layaknya siklus air laut yang menguap, menjadi hujan, lalu kembali ke laut, setiap upaya membantu klien “membersihkan” masalah mereka lambat laun menciptakan dampak berantai yang memperbaiki ekosistem kerja maupun kehidupan. - Makna “Bermain”
Menyelesaikan tantangan di pekerjaan ini seperti menyusun puzzle atau memecahkan teka-teki. Misalnya, saat membantu perusahaan mengatasi masalah HR, saya menikmati proses memetakan masalah, mencari referensi, hingga merancang solusi kreatif. Hasil akhirnya mungkin tidak terlihat instan, tapi tahap demi tahap, gambaran besarnya mulai jelas—dan itu yang membuatnya seru!
Pekerjaan sebagai “Perjalanan”
Saya memahami kekhawatiran teman-teman tentang kesehatan atau keseimbangan hidup. Tapi bagi saya, pekerjaan bukanlah musuh. Analoginya seperti berkendara dari Jakarta ke Surabaya: sepanjang jalan, kita mungkin menghadapi ban bocor, bensin hampir habis, atau hotel berhantu. Tapi justru dinamika itulah yang membuat perjalanan berkesan. Kita tidak mengutuk perjalanannya, kan? Kita menertawakannya, lalu mencari solusi. Begitu pula dengan pekerjaan—setiap masalah adalah bagian dari petualangan yang perlu dinikmati, bukan ditakuti.
Saya tidak anti dengan nasihat untuk “jaga kesehatan” atau “jangan ngoyo”. Hanya saja, bagi saya, bekerja keras bukan tentang mengejar uang atau mengabaikan spiritualitas. Ini tentang menemukan makna dalam setiap proses. Mungkin perspektif ini tidak cocok untuk semua orang, tapi inilah yang membuat saya tetap bersemangat. Jadi, sambil tetap minum vitamin dan olahraga, saya akan terus menjalani pekerjaan ini dengan rasa syukur—dan tentu saja, selipkan tawa di setiap “lubang” di jalan yang saya lewati.
Catatan: Tidak ada maksud menyudutkan teman-teman yang baik hati. Nasihat mereka tetap saya hargai, tapi saya hanya ingin berbagi sudut pandang berbeda tentang bagaimana memaknai “bekerja”.
Andreas Imawanto
Recent Comments